Sertifikat Laik Fungsi

Konflik Agraria dan SLF: Ketika Sertifikasi Dipertanyakan

Apa Itu Sertifikat Laik Fungsi?

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) merupakan dokumen legal yang menyatakan bahwa sebuah bangunan telah memenuhi seluruh persyaratan kelaikan fungsi sesuai dengan ketentuan teknis. Pemilik bangunan wajib mengurus SLF agar bangunan bisa digunakan secara sah, baik sebagai hunian, kantor, industri, maupun fasilitas publik lainnya.

Namun, polemik muncul ketika otoritas mengeluarkan SLF untuk bangunan yang berdiri di atas tanah yang masih dipersengketakan. Di sinilah konflik antara keabsahan agraria dan legalitas teknis bangunan mulai menjadi sorotan.

Baca juga: SLF: Kunci Legalitas Bangunan yang Bisa Menyelamatkan Bisnis Anda!

Ketika Legalitas Bertabrakan: Tanah Sengketa vs Sertifikasi Resmi

Salah satu persoalan utama dalam konflik agraria di Indonesia adalah tumpang tindih hak atas tanah. Masyarakat kerap menduduki atau mengelola lahan selama puluhan tahun, namun tiba-tiba pihak lain mengklaim kepemilikan sah, bahkan memulai pembangunan di atasnya.

Tak jarang, instansi mengeluarkan sertifikat hak milik, IMB, hingga Sertifikat Laik Fungsi—meski sengketa atas tanah tersebut belum selesai. Pertanyaan besar pun muncul: Bagaimana pemerintah bisa menyatakan bangunan laik fungsi, jika status legal tanahnya belum jelas?

Realita di Lapangan

Di banyak daerah, masyarakat mengeluhkan pengambilalihan tanah secara sepihak. Berikut beberapa fakta yang sering terjadi:

  • Pemerintah menerbitkan sertifikat hak milik tanpa melibatkan warga yang selama ini tinggal atau bercocok tanam di lahan tersebut.

  • Perusahaan tetap melanjutkan pembangunan gedung meski pengadilan masih memproses sengketa tanahnya.

  • Dinas teknis tetap menerbitkan SLF walau masyarakat telah mengajukan protes atau keberatan resmi.

Kondisi semacam ini memicu konflik horizontal, memperkeruh hubungan antara masyarakat dan pemerintah, serta menimbulkan krisis kepercayaan terhadap keadilan hukum.

Sertifikat Laik Fungsi Tidak Terkait Langsung dengan Legalitas Tanah?

Secara prosedural, otoritas hanya mengevaluasi aspek teknis bangunan—seperti struktur, keselamatan, sistem instalasi, dan aksesibilitas—saat menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi. Mereka tidak diwajibkan memverifikasi status kepemilikan tanah sebagai bagian dari persyaratan utama.

Inilah yang menciptakan celah. Pihak-pihak berkepentingan bisa memanfaatkan prosedur yang terpisah ini untuk mendapatkan legalitas bangunan, meski status tanah masih bermasalah. Akibatnya, pembangunan berjalan mulus di atas tanah yang seharusnya masih dalam proses penyelesaian hukum.

Baca juga: Update Regulasi Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Dampaknya

Dampak Sosial dan Hukum Sertifikat Laik Fungsi

Ketika negara terlihat memihak pemilik modal melalui penerbitan sertifikat, masyarakat kecil sering kali merasa terpinggirkan. Banyak kasus menunjukkan bahwa:

  • Aparat menggusur warga tanpa solusi relokasi yang adil.

  • Pihak berwenang menangkap aktivis atau petani yang mempertahankan tanahnya.

  • Proses hukum berjalan lambat dan cenderung memihak pihak kuat.

Situasi ini bukan hanya menghilangkan rasa keadilan, tapi juga memperburuk ketimpangan sosial dan mencederai demokrasi agraria.

Jalan Tengah: Harmonisasi Regulasi Agraria dan Perizinan Bangunan

Pemerintah pusat dan daerah harus mengambil langkah tegas untuk mencegah konflik serupa terulang. Beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain:

  • Menambahkan verifikasi status hukum tanah sebagai syarat wajib penerbitan SLF.

  • Mengintegrasikan sistem lintas lembaga antara BPN, pengadilan, dan dinas teknis.

  • Mewajibkan pemohon Sertifikat Laik Fungsi melampirkan dokumen bebas sengketa dari otoritas terkait.

  • Menunda penerbitan SLF di atas lahan yang sedang bersengketa secara hukum.

Langkah-langkah ini akan memastikan bahwa proses sertifikasi tidak hanya legal secara administratif, tapi juga adil secara sosial.

Kesimpulan: SLF Bukan Segalanya

Sertifikat Laik Fungsi memang penting sebagai jaminan keamanan dan fungsi bangunan. Namun, pemerintah tidak boleh mengabaikan keadilan agraria dan hak masyarakat. Sebuah bangunan, sebesar dan semewah apapun, akan kehilangan legitimasi jika berdiri di atas tanah yang belum selesai secara hukum.

Negara semestinya hadir untuk melindungi seluruh warga, bukan hanya yang memiliki kekuatan finansial. Legalitas harus sejalan dengan keadilan, agar pembangunan benar-benar memberi manfaat tanpa meninggalkan luka sosial.

KONSULTASI GRATIS DENGAN KAIZEN KONSULTAN SEKARANG!

Sertifikat Laik Fungsi
 Audit Energi